Senin, 17 Oktober 2011

Penting! Struktur baja tahan gempa

Penting! Struktur baja tahan gempa
Arief Priyono/Fotokita.net
Untuk meminimalkan kerugian yang timbul akibat kerusakan konstruksi gedung, jembatan, dan infrastruktur lain, yang disebabkan oleh gempa, struktur baja tahan gempa jadi hal penting.

Indonesia adalah negara kepulauan, tempat pertemuan dua lempengan besar sehingga rentan gempa bumi. Demikian ungkap Irvan K. Hakim, Co Chairman Indonesian Iron and Steel Industry Associatioan (IISIA) pada saat seminar IISIA 2010 yang digelar Senin (16/12). Marzan A. Iskandar, kepala BPPT menambahkan, "Oleh karena itu, struktur baja tahan gempa sangat penting."
Konstruksi bangunan tahan gempa diawali dengan filosofi desain dan struktur bangunan. BPPT mampu melakukan audit teknologi proses konstruksi baja tahan gempa dari segi keselamatan publik serta pengawasan keselamatan dalam masa konstruksi.
Baja, menurut Marzan, merupakan material bangunan yang lebih baik daripada beton. "Baja punya sifat elastis, tidak patah, dan cepat dibangun," jelas Marzan.
 

Krakatau Steel Kembangkan Struktur Baja Tahan Gempa




istimewa 
Palmerah, Warta Kota
Produsen baja Indonesia, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, menjajaki kerja sama dalam bidang riset dan pengembangan penggunaan produk baja untuk aplikasi struktur bangunan tahan gempa dengan salah satu perusahaan baja terbesar dunia Nippon Steel.
"Kami sudah bekerja sama sejak lama dalam hal bantuan teknis dan suplai bahan baku. Kemungkinan kerja sama dengan Nippon Steel sangat terbuka. Saat ini lebih banyak untuk aplikasi konstruksi bangunan tahan gempa," kata Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Fazwar Bujang disela seminar tentang prospek konstruksi baja di Jakarta, Kamis (7/4).
Ia mengatakan pengembangan aplikasi struktur bangunan tahan gempa sangat penting bagi Indonesia yang sebagian besar wilayahnya rawan gempa.
Pemerintah, menurut dia, harus mendorong pemanfaatan standar desain struktur tahan gempa dan standardisasi material tahan gempa untuk meminimalkan risiko gempa.
Ia menambahkan, Krakatau Steel dan perusahaan konstruksi baja mendukung upaya tersebut dengan merencanakan pengembangan material baja dan struktur baja tahan gempa.
"Karena seperti diketahui baja punya kekuatan dan fleksibilitas tinggi, cocok untuk konstruksi bangunan tahan gempa," kata Fazwar.
Sementara Managing Director Nippon Steel Corporation Junji Uchida menjelaskan penggunaan baja sebagai material dalam struktur bangunan pabrik, gedung, bangunan bertingkat tinggi maupun perumahan penduduk sudah memasyarakat di Jepang dan terbukti dapat menekan kerugian akibat gempa.     
Nippon Steel, ia menjelaskan, telah mengembangkan material baja tahan gempa dan struktur baja yang lebih aman untuk bangunan perumahan, asrama, rumah susun dan toko retail.
"Struktur tahan gempa ini akan dikembangkan di Indonesia bekerja sama dengan Krakatau Steel Group," katanya.
Berkenaan dengan hal itu Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman Kementerian Pekerjaan Umum Anita Firmanti mengatakan pemerintah mendorong penggunaan konsep bangunan prafabrikasi yang lebih tahan gempa. 
"Ke depan memang harus berpikir untuk menerapkan itu dalam pembangunan rumah di perkotaan. Selain lebih cepat prosesnya, bangunan prafabrikasi juga lebih ringan dan tahan gempa," katanya.
Pemerintah pun sudah memiliki aturan tentang perencanaan bangunan tahan gempa yang tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 1726 tahun 2002 tentang perencanaan bangunan.
Namun, Anita menjelaskan, setelah gempa besar tahun 2004 aturan tersebut diperbaiki supaya sesuai dengan peta kegempaan yang baru dan sekarang proses revisinya sudah selesai.
"Sudah konsensus.  Hasilnya sudah dikirim ke Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk mendapat persetujuan.  Kami harap bisa segera diterapkan karena sudah ditunggu. Harapan kami paling tidak enam bulan lagi standar yang baru sudah bisa diterapkan," katanya.(ant/rul)

Spreadsheet Desain Struktur Baja sesuai SNI-Baja

Standar Nasional Indonesia
Standar Nasional Indonesia
SNI 03-1729-2002 adalah standar perencanaan untuk struktur baja, judul lengkapnya adalah "Tata Cara Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung" terbitan
Departemen Pekerjaan Umum
dan
Badan Standar Nasional. Standar ini dalam "kehidupan sehari-hari" biasa dinamakan
SNI-Baja, atau lebih lengkap sedikit SNI-Baja-2002. Yaa.. soalnya beberapa perencana kadang masih menggunakan SNI-Baja versi lama, juragan sendiri lupa tahun berapa.Oiya, kalo searching di internet pake keyword "SNI perencanaan baja" hasilnya adalah sebagian besar menyediakan versi digital dari SNI-Baja ini, umumnya sih dalam bentuk pe-de-ef. Nah.. kali ini juragan agak-agak keluar jalur dikit lah. Juragan nggak mau "melayani mentah-mentah". Juragan mau bagi-bagi sedikit karya sederhana juragan dalam mengaplikasikan SNI-Baja tersebut.
Spreadsheet ini dibuat di MS Excel 2003, dan harusnya nggak ada masalah ketika dibuka di MS Excel versi 2007 atau yang lebih baru. Emang yang paling baru versi berapa ya? Duh, nggak sempat ngikutin perkembangan Mikroskop Opis. Anyway,.. isi dari spreadsheet ini adalah pengecekan atau perhitungan kapasitas momen lentur dan aksial tekan dari sebuah profil baja. Saat ini juragan baru membuat untuk profil WF dulu. Spreadsheet ini masih dalam tahap pengembangan, jadi mohon dimaklumi.
Spreadsheet desain baja
Preview speradsheet desain baja
Sedikit pengantar teori tentang desain baja terhadap momen lentur, hal yang paling dihindari pada sebuah elemen lentur (baca: balok) dari baja adalah keruntuhan karena Tekuk Torsi Lateral. (wuih...) Juragan yakin istilah ini sudah familiar sejak di bangku kuliah kan? Tekuk Torsi Lateral (TTL) terjadi pada kondisi berikut:
  • Momen utama dipikul oleh sumbu utama (sumbu kuat). Soalnya ada juga momen utama justru dipikul oleh sumbu lemah, seperti dalam kasus balok tidur. Jarang ditemui tapi tidak mustahil terjadi. Mudah-mudahan udah kebayang. Jadi, TTL cenderung terjadi pada balok berdiri, sementara pada balok tidur tidak akan terjadi TTL.
  • Jarak tumpuan cukup jauh, atau bentang bebasnya cukup panjang. Bentang bebas itu maksudnya bentang yang nggak ada sokongan di tengahnya.
  • Kelangsingan penampang. Penampang langsing cenderung gampang terserang TTL dibandingkan penampang gemuk.
Bagaimana sebenarnya wujud dan rupa TTL itu? Kalau istilah "defleksi balok" atau lendutan balok yang sering kita dengar pada umumnya mengacu kepada "translasi ke arah bawah (gravitasi)", secara balok kan dominan menahan beban gravitasi. Kalo TTL yang terjadi bukan hanya translasi ke bawah, tapi juga disertai puntiran (twist) yaitu rotasi terhadap sumbu penampang, dan kadang ada sedikit translasi ke samping (lateral). Luar biasa berbahaya. Yaa.. biar jelas, juragan bikin sedikit ilustrasi seperti sketsa di bawah.
rangka sederhana
rangka sederhana
Lumayan hancur juga ya gambarnya? Mohon maklum...  Garis putus-putus berwarna merah itulah kondisi TTL yang juragan maksud. Wah, mungkin nggak jelas ya? Kalo dilihat dari sisi potongan penampang, kira-kira seperti ini bentuknya.
tekuk_torsi_lateral_2
tekuk torsi lateral
Mudah-mudahan sudah terbayang.
Lantas...apa yang harus dilakukan? Salah satu solusinya adalah dengan memasang sokongan lateral, atau istilahnya kerennya "lateral support". Lateral support bisa mencegah terjadinya TTL. Di dalam SNI-Baja (dan juga AISC), ada batasan yang mengindikasikan apakah terjadi TTL atau tidak, yaitu batasan terhadap jarak antar sokongan lateral, disimbolkan L_b . Sementara batasannya ada 2, yaitu L_p , dan L_r .
  1. Jika L_b \le L_p , maka balok tersebut termasuk bentang pendek dimana penampang akan mencapai momen maksimum dalam kondisi leleh plastis sempurna (tanpa mengalami TTL).
  2. Jika L_b < L_b \le L_r , maka balok termasuk bentang menengah dimana penampang akan mengalami leleh pada saat mencapai momen ultimate, tapi juga terjadi TTL.
  3. Sementara itu, jika panjang L_b > L_p , maka balok termasuk bentang panjang, yaitu balok akan mengalami TTL tanpa leleh terlebih dahulu.
lateral_support
balok anak sebagai lateral support
Pada gambar di atas, balok anak bisa berfungsi sebagai lateral support, karena bisa mencegah terjadinya puntiran. Sehingga panjang L_b menjadi setengah dari panjang bentang keseluruhan. L_b ini harus dibandingkan lagi dengan L_p dan L_r